Sebuah perjalanan pengabdian yang telah membentuk siapa diri kami hari ini.
Pendidikan seharusnya menjadi jembatan menuju masa depan itu.
Namun bagi begitu banyak orang, pendidikan masih menjadi sesuatu yang sulit dijangkau. Sayangnya, yang membatasi kesempatan siswa untuk mewujudkan potensi mereka seringkali adalah hal-hal di luar kendali mereka: seperti di mana mereka lahir atau siapa orang tua mereka. Hambatan-hambatan ini kerap menjebak seluruh komunitas dalam siklus keterbatasan, di mana bahkan kebutuhan belajar paling dasar pun tidak terpenuhi.
Di SatuEdu Foundation, setiap hari kami bertekad untuk mengubah kenyataan itu. Kami berkomitmen menciptakan dunia di mana setiap orang memiliki kesempatan untuk belajar, berkreasi, dan berkembang—dimanapun mereka dilahirkan, bagaimanapun latar belakang sosial dan ekonomi mereka.
Ketika kami pertama kali memulai, kami fokus pada bagaimana menciptakan dampak yang bermakna dan berkelanjutan. SatuEdu lahir pada tahun 2020, saat pandemi COVID-19 melanda. Dengan terbatasnya interaksi tatap muka, kami memulai dari webinar—menjembatani kesenjangan pengetahuan antara expert dan pelajar, dengan fokus pada topik-topik krusial yang jarang diajarkan di sekolah maupun universitas.
Semakin banyak kami membaca dan menjelajah, semakin tumbuh pula rasa penasaran kami terhadap ketimpangan yang terjadi di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) Indonesia. Sampai akhirnya, kami memutuskan untuk memperluas dampak ke daerah terpencil di Indonesia. Kami memilih Atambua, sebuah desa di Provinsi Nusa Tenggara Timur—daerah yang secara konsisten menempati peringkat terendah dalam Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia. Di sana, hanya 6% dari penduduk yang pernah mengenyam bangku kuliah, menjadikannya salah satu daerah dengan angka terendah di Indonesia.
Di Atambua, kami bertemu dengan Ibu Imelda, seorang guru lokal yang berkata kepada kami, “Tanpa alat bantu belajar dasar seperti papan tulis, buku, dan bangunan sekolah yang memadai, setiap hari sangat sulit bagi kami untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan bisa menginspirasi siswa-siswi kami.”
Percakapan itu membuka mata kami akan tantangan nyata dalam dunia pendidikan di Indonesia. Sebagai institusi yang bertekad untuk membuat pendidikan lebih inklusif, tidak ada yang lebih menyedihkan daripada melihat siswa-siswi kehilangan kesempatan belajar hanya karena mereka kekurangan hal-hal mendasar seperti meja atau buku.
Kami pun sadar bahwa pendidikan—yang seharusnya menjadi hak setiap manusia—masih belum dapat dijangkau oleh banyak siswa di daerah 3T Indonesia. Saat itulah kami tahu: kami harus memfokuskan upaya kami pada siswa-siswa di pelosok Indonesia, yang sering terabaikan, dengan memberikan bukan hanya kebutuhan non-materi (seperti pengetahuan dan inspirasi), tapi juga kebutuhan materi (seperti perlengkapan sekolah) yang mereka perlukan untuk belajar dengan baik.
Sejak pemberdayaan komunitas pertama kami di Atambua, kami terus menjalankan program serupa di beberapa desa paling tertinggal di Indonesia. Inisiatif ini membangkitkan semangat para siswa dan guru untuk bermimpi lebih besar, terlepas dari segala keterbatasan yang mereka alami. Kami menghadirkan fasilitas pendidikan, memberikan beasiswa, dan meningkatkan literasi demi menumbuhkan harapan serta membuka jalan bagi mereka untuk meraih prestasi—meski berada di daerah yang paling terpencil sekalipun.
Namun, perjuangan ini masih jauh dari selesai. Masih ada jutaan siswa di daerah 3T yang terus berjuang demi mendapatkan kesempatan yang layak.
Saat kami terus berkembang dan menjangkau lebih banyak siswa serta guru, kami mengundang Anda untuk turut bergabung—melalui donasi, menjadi relawan, atau cukup dengan menyebarkan misi ini.
Misi untuk menghadirkan pendidikan yang berkualitas, untuk setiap insan, di mana pun mereka berada.
Bersama, mari menjadi Partner of Inclusive Education.
Kami memulai perjalanan pemberdayaan komunitas melalui program #EducationForAll di Atambua, NTT, bersama Timor Belajar. Melalui inisiatif ini, kami berhasil menjangkau 367 siswa dengan total donasi mencapai Rp36 juta, termasuk Rp16 juta dalam bentuk donasi pendidikan
Tahun berikutnya, kami memperluas dampak kami melalui Community Development Program. Kolaborasi bersama GamaDharma membawa program #EducationForAll ke wilayah Sumba dan Toraja. Dalam pelaksanaannya, kami terhubung dan belajar bersama 240+ pelajar dan 30+ guru di 3 sekolah, melalui rangkaian kegiatan pendidikan, penyaluran donasi, dan pelatihan guru
SatuEdu menetapkan fokus baru pada Community Development dengan membangun ekosistem kolaboratif untuk pendidikan inklusif. Kami memulai di Toraja melalui revitalisasi perpustakaan dan pelatihan guru, menjangkau 500+ siswa dan 40+ guru dari 20 sekolah.